JAKARTA (13 September): Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendorong negara memaksimalkan perlindungan anak-anak karena anak-anak rawan menjadi korban kekerasan.
Sahroni mengemukakan itu merespons kekerasan yang dialami siswi SD berusia 10 tahun di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel). Bocah itu dianiaya oleh pamannya, FR, 44, lantaran dituding kerap mencuri uang milik neneknya.
“Kasus penganiayaan terhadap anak di Indonesia masih sangat tinggi dan kian mengkhawatirkan," ungkap Sahroni dalam keterangannya, Kamis (12/9).
Legislator NasDem dari Dapil Jakarta III (Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu) itu menyebut data kekerasan anak cenderung meningkat. Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta mempertimbangkan cara baru melindungi anak.
"Mengingat kecenderungannya yang terus meningkat, saya rasa pemerintah bersama penegak hukum harus mempertimbangkan upaya intervensi baru, yang tidak hanya hukuman pidana bagi pelaku,” tegas Sahroni.
Legislator yang akan kembali duduk di kursi Senayan periode 2024-2029 itu menyebut pemerintah bisa mempertimbangkan cara yang diterapkan Child Protective Services (CPS) di Amerika Serikat. Yakni, memutus akses komunikasi pelaku kekerasan dengan korban.
“Di US itu ada CPS di mana kalau sudah sangat membahayakan, negara bisa menyelamatkan anak dari keluarganya dengan cara mengambil anak tersebut dan pengasuhannya dilakukan oleh wali yang dianggap mampu maupun rumah aman binaan pemerintah. Pelaku juga bisa benar-benar dilarang bertemu anaknya. Jadi tak hanya pidana, tapi benar-benar kita jauhkan si anak dari sumber traumanya,” sebut dia.
Sahroni menilai program itu efektif melindungi korban. Pemutusan akses juga mampu menghilangkan trauma terhadap korban.
“Saya rasa negara harus mengatur sedetail ini karena anak-anak adalah masa depan bangsa. Tidak bisa kita punya generasi masa depan yang penuh dengan ketakutan, trauma dan mental yang terluka,” pungkasnya.(metrotvnews.com)