JAKARTA (26 Mei): Akselerasi kesiapan aturan pelaksanaan dan aparat penegak hukum sangat diperlukan dalam upaya menekan jumlah kasus kekerasan seksual yang meningkat. Jangan sampai momentum kepercayaan tinggi masyarakat terhadap UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hilang.
"Kasus tindak kekerasan seksual yang terus meningkat dewasa ini harus menjadi perhatian bersama, agar berbagai upaya penegakan hukum terkait kasus tersebut segera dilakukan secara serius," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (26/5).
Catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2021 sebanyak 426 dan 2022 sebanyak 536. Sementara itu, kasus kekerasan seksual pada orang dewasa di 2021 sebanyak 60 dan 2022 sebanyak 99.
Menurut Lestari, hadirnya UU TPKS dalam sistem perundang-undangan kita, harus sesegera mungkin dilengkapi dengan aturan-aturan pelaksanaannya.
Peningkatan pelaporan kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini, menurut Rerie sapaan akrab Lestari, mencerminkan adanya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap hadirnya UU TPKS.
Kondisi tersebut, ujar Rerie yang merupakan legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, harus terus dijaga dengan menyegerakan kesiapan sejumlah aturan pelaksana dan aparat penegak hukum, agar amanat UU TPKS dapat segera direalisasikan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat kecepatan hadirnya sejumlah aturan pelaksanaan dan kesiapan aparat penegak hukum untuk menjalankan amanat UU itu, sangat menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang berlaku.
Rerie sangat berharap para pemangku kebijakan dapat bahu membahu berkolaborasi untuk mewujudkan sistem hukum yang adil dan mampu melindungi para korban tindak kekerasan seksual di negeri ini.
Jangan sampai, tegas Rerie, momentum kepercayaan publik yang tinggi terhadap hadirnya UU TPKS hilang, sehingga perangkat hukum yang dibuat untuk melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual menjadi sia-sia.*