Berita

Willy Desak Pemerintah Segera Terbitkan Aturan Turunan UU TPKS

JAKARTA (25 Mei): Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, mengingatkan pemerintah untuk segera menerbitkan aturan turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Penerbitan aturan turunan itu penting agar penanganan kasus kekerasan seksual bisa optimal.

“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah darurat, termasuk marak terjadi di lingkungan pondok pesantren. Pemerintah harus bergerak cepat menyelesaikan aturan turunan UU TPKS,” kata Willy, Kamis (25/5).

Hal itu ditegaskan Willy menanggapi peristiwa santriwati yang kembali menjadi korban kekerasan seksual. Diketahui, sedikitnya 41 orang santri menjadi korban pencabulan di pondok pesantren di Sakra Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dua orang pelaku pemerkosaan merupakan pimpinan pondok pesantren.

Modus yang digunakan pelaku adalah dengan membuka kelas pengajian seks khusus untuk santri yang diincar. Pelaku memberi materi pengajian tentang hubungan intim suami-istri. Dilaporkan usia korban rata-rata masih 15-16 tahun dan duduk di kelas tiga MTS/SMP.

Seluruh korban dijanjikan mendapatkan wajah berseri dan berkah untuk masuk Surga oleh pelaku. Willy mengecam tindakan bejat para pelaku tersebut.

“Perbuatan pelaku sangat biadab. Pondok pesantren seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk menuai ilmu. Apalagi pondok pesantren kan juga mengajarkan tentang akhlakul karimah, jadi pengasuh pondok pesantren atau guru agama seharusnya menjadi teladan. Kita menyayangkan jika ada pengasuh pondok pesantren yang memanfaatkan kepolosan santri/santriwati,” tanggap Willy.

Untuk itu Willy meminta polisi beserta jajaran penegak hukum menindak tegas para pelaku agar mendapat sanksi setimpal. Jika tidak disikapi secara serius, ia khawatir kasus kekerasan seksual menjadi lingkaran setan yang tidak ada putusnya.

Sebagai contoh, sebelumnya kasus pelecehan seksual terjadi di sebuah pondok pesantren di Provinsi Lampung. Modusnya, santriwati diiming-imingi mendapat berkah jika bersetubuh dengan pelaku. Selain itu, terjadi kekerasan seksual kepada belasan santriwati di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang mana pelakunya adalah pengasuh ponpes.

Willy mengatakan, hingga saat ini aparat penegak hukum biasanya menggunakan Undang-Indang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dalam kasus kekerasan seksual di bawah umur. Menurutnya, penanganan kasus kekerasan seksual seharusnya bisa lebih efektif apabila penegak hukum menerapkan pasal-pasal dalam UU TPKS.

“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah seperti gunung es. Sudah ada UU TPKS, namun penerapannya belum efektif karena aturan teknisnya belum ada. Maka, kami mendesak pemerintah untuk sesegera mungkin menerbitkannya,” ucap Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu.

Willy meminta komitmen pemerintah untuk segera menyelesaikan aturan turunan UU TPKS yang disepakati dengan membentuk aturan turunan menjadi tiga peraturan pemerintah dan empat peraturan presiden.

“Sinergi lintas kementerian/lembaga sangat dibutuhkan di sini. Karena UU TPKS menjadi terobosan hukum untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan seksual di Tanah Air,” tukas Ketua Panja RUU TPKS itu. (dpr.go.id/*)

Share: