Berita

Politik tanpa Gagasan Lahirkan Selebrasi Miskin Substansi

JAKARTA (19 Maret): Fraksi Partai NasDem DPR RI menggelar rangkaian kuliah bertajuk 'Parliament's Lecture' sebagai instrumen mendorong setiap gagasan cerdas menjadi referensi arah perjuangan politik partai.

Kegiatan dengan tema 'Memajukan Demokrasi, Merawat Republik' yang digelar di Gedung KK V DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/3) tersebut dalam rangka Partai NasDem menghadirkan praktik politik gagasan.

Hadir dalam 'Parliament's Lecture' sesi pertama adalah Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Willy Aditya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Martin Manurung, dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, dan Professor of Comparative Political Anthropology University of Amsterdam, Ward Barenschot.

Dalam sambutannya, Willy mengatakan, politik tanpa gagasan hanya menghadirkan selebrasi yang miskin substansi.

"Sebagai dampaknya, banyak orang menganggap politik hanya identik dengan pesta demokrasi lima tahunan. Padahal idealnya, politik adalah tentang pertarungan gagasan," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu.

Di tengah kealpaan itu, kata Willy, Fraksi Partai NasDem mencoba menghadirkan praktik politik gagasan. Nantinya di setiap diskursus politik harus didasarkan pada gagasan dan kepentingan untuk kemajuan bangsa dan negara.

"Kami mendedikasikan forum ini untuk membuat parlemen yang jernih agar kemudian menjadi dialektika kita bersama," kata anggota Komisi XI DPR RI itu.

Wakil rakyat dari dapil Jawa Timur XI (Bangkalan, Pamekasan, Semenep, Sampang) itu juga mengatakan, Parliament's Lecture tersebut diharapkan bisa mengembalikan politik kepada khittahnya.

"Ini sesuai amanah dari Ketua Umum Partai NasDem, Bapak Surya Paloh, yaitu bagaimana partai itu didirikan dengan sebuah basis pemikiran dengan politik gagasan, tidak hanya sirkulasi kekuasan," ujar Legislator NasDem tersebut.

Dalam paparannya, Robertus Robet mengapresiasi Fraksi Partai NasDem DPR tentang tema Parliament's Lecture, yaitu terkait ide tentang Republik.

"Saya memberikan penghargaan dan terima kasih kepada Fraksi Partai NasDem. Karena, untuk kali pertama sejak 1945 ide tentang republik dibicarakan kembali di badan perwakilan rakyat," ujarnya.

Republikanisme, kata Robet merupakan dasar dari kepolitikan Indonesia merdeka.

"Namun, nama dan bentuk atau kerangka dasar itu tidak sempat dihidupi oleh suatu filsafat publik yang cocok dan sesuai yakni filsafat republikanisme itu sendiri," ujar Robet.

Ia menambahkan hal tersebut menjadi penyebab agama, ras, etnis, dan pandangan personal serta kekeluargaan di Indonesia masih lebih menentukan daripada rasionalitas publik.

Sedangkan Ward Barenschot menyebutkan bahwa dalam memajukan demokrasi di Indonesia perlu gagasan untuk memperbaiki sistem pemilu.

"Sistem pemilihan di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi. Masalah yang ditimbulkan dari biaya yang tinggi tersebut tidak hanya untuk pengamat tetapi juga untuk politisi sendiri," ujar Ward.

Ia mengatakan telah menyurvei lebih dari 500 pakar politik dari seluruh Indonesia untuk memberikan perkiraan pengeluaran kampanye.

"Seorang bupati yang menang dapat menghabiskan sekitar Rp28 miliar dan seorang gubernur terpilih menghabiskan Rp166 miliar," sebutnya.

Karena telah mengeluarkan begitu banyak uang, sambung Ward, para kandidat terpilih itu akan mencoba segala cara untuk mengembalikan modal kampanyenya.

"Kendatipun sulit, saya percaya bahwa semua ikhtiar untuk mengurangi praktik politik uang dalam pemilu layak dicoba," ujarnya.

Senada dengan itu, Martin Manurung selaku moderator mengatakan bahwa masih ada pekerjaan rumah yang tertinggal dari sistem partai politik di Indonesia.

"Partai politik kita harus semakin memiliki warna, sehingga ia memiliki corak ideologis," imbuhnya.

Dari situ, kata Legislator NasDem tersebut, masyarakat dapat memilih partai karena suka dengan pikiran, gagasan, dan ideologinya.

"Ini juga yang akan mendorong semakin berkurangnya pengaruh politik uang di Indonesia," pungkasnya.(RO/*)

Share: