Berita

Saatnya Indonesia Masuk Era EBT

JAKARTA (20 Januari): Pelaksanaan energi baru terbarukan (EBT) yang tercantum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) diharapkan terus dilanjutkan. Karena sudah masuk dalam conditio sine qua non, sehingga hal tersebut tidak dapat dielakkan jika melirik pada kondisi global saat ini.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengemukakan itu dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang RUEN, target bauran EBT di Indonesia mencapai 23% pada 2025 dalam kebijakan energi nasional. Sehingga kapasitas penyediaan pembangkit listrik EBT pada tahun 2025 perlu mencapai sekitar 45,2 Giga Watt (GW) dan tahun 2050 sebesar 167,7 GW.

“Dalam RUEN sudah tegas, energi pembaharuan kita adalah 23 persen di tahun 2025. Saya dengar akan ada evaluasi. Untuk itu, saya hanya berharap kita jangan mundur, karena sudah tidak dapat ditolak dengan fenomena global yang ada. Saya kira tergantung kita memastikan. Salah satu aspek adalah PLN. Problem utama ada di PLN perihal energi baru terbarukan ini,” ujar Sugeng.

Dalam rapat tersebut, Legislator NasDem itu mengungkapkan bahwa keberadaan EBT dapat dirasakan langsung. Dia berharap keberadaan energi tenaga surya yang masuk dalam program RUEN memiliki dampak langsung yang dapat dirasakan masyarakat.

“Betul, manfaatkan energi tenaga surya untuk kepentingan langsung riil di masyarakat. Saya menyaksikan langsung di dapil saya, ada hanya setengah mega, itu bisa ngangkat untuk mengairi sawah kurang lebih 160 hektar dan itu investasinya sangat murah. Itu sudah dipakai kurang lebih 15 tahun, tapi masih tetap handal, di Banyumas misalnya,” jelas Sugeng.

Wakil rakyat dari dapil Jawa Tengah VIII (Banyumas dan Cilacap) itu juga menyampaikan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk transisinya Indonesia memasuki EBT dengan memanfaatkan solar farm, di mana secara teknologi dan biaya sudah terjangkau.

Menurut Sugeng, wilayah timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Bali yang merupakan wilayah yang mengandalkan sektor pariwisata dirasa potensial untuk mewujudkan EBT yang bersih dan terbarukan (clean and renewable).

“Kita memasuki energi terbarukan dengan memanfaatkan solar farm. Kita punya potensi besar di NTT, NTB dan Bali yang memang ketiga provinsi ini mengandalkan pariwisata di mana energi baru dan terbarukan, clean and renewable menjadi sangat penting,” tegas Sugeng.

Sugeng berharap dalam implementasinya, pembentukan EBT yang bersih dan terbarukan perlu diimbangi dengan pemanfaatannya. Sehingga pemerintah mampu memperoleh pemanfaatan energi, baik energi matahari maupun gas.

Sebagaimana diketahui, tahun 2020 terdapat 27 kargo gas yang tidak terkelola dengan baik dengan rincian 10 kargo dari Bontang (Kaltim) dan sisanya dari Tangguh (Papua Barat) karena ketidakcocokan yang terjadi dalam PLN.

“Sekaligus memanfaatkan gas di mana gas melimpah tahun 2020 tidak terambil 27 kargo. Sebanyak 10 kargo dari Bontang, 17 kargo dari Tangguh dan ini mismatch PLN yang tidak segera mengganti pembangkit listrik tenaga diesel ke tenaga gas sehingga menjadi mubazir,” pungkas Sugeng.(dpr.go.id/HH/*)

Share: