H. Ahmad Sahroni, SE

No.Anggota: A-11 Dapil: JAKARTA III

Sore itu Ahmad Sahroni terlihat bugar. Ia mengaku baru saja reses dari daerah pemilihannya di DKI Jakarta dan sempat berolahraga. Roni, begitu ia kerap disapa, saat itu tampak mencoba beberapa kemeja dan jaket yang terpajang di Papilon Duo kawasan Pacific Place, Jakarta Selatan. Tak lama kemudian Roni menjumpai koleganya. Mereka memang telah membuat janji. Dalam obrolannya saat itu, Ahmad Sahroni, anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem berkata, “Orang boleh saja bilang saya kurang pengalaman dalam organisasi, tapi dalam hidup saya sudah mengecap banyak pengalaman, jatuh bangun dan gagal, itu biasa.” Pernyataan itu ia lontarkan terkait dengan suksesi kepemimpinan organisasi kepemudaan yang kesohor di negeri ini. Ya, saat itu, Roni baru saja melewati pertarungan untuk merebut posisi pamuncak di KNPI pada penghujung Februari 2015 yang lalu. Dalam kongres KNPI yang dihelat di Jayapura, Papua itu, ia gagal menjadi ketua. Tapi, Roni mengaku memetik pengalaman berharga. Roni tak membantah anggapan yang bernada meremehkan dirinya, apalagi balik menyerang. Ia bahkan tak canggung mengakui dirinya orang baru di kancah politik. Padahal, tak susah bagi Roni untuk menepuk dada dengan apa yang sudah ia rengkuh saat ini. Sejumlah perusahaan dengan core bisnis pemasok bahan bakar kapal, sukses dinahkodainya. Roni juga telah didapuk jadi presiden sebuah club prestisius yang beranggotakan pecinta mobil sport mewah: Ferrari Owner Club Indonesia (FOCI). Tentu saja, keberadaannya di klub itu, tak diartikannya dengan kesan mewah semata. Baginya, posisi itu hanyalah simbol dari capaian yang benar-benar dirintisnya dari bawah. Bahwa anak Priok penjual nasi Padang, pernah jadi penyemir sepatu, ojek payung, supir perusahaan, dan sederet predikat orang biasa lainnya, bisa pula “menaklukkan” lambang gengsi dunia: mobil mewah berlogo “kuda jingkrak”.  Kepemimpinan Roni di tampuk klub elit itu, seakan memberi pesan, tak ada lagi ekslusifitas yang terikat pada kelas sosial di zaman modern ini. Siapa pun, dengan latar apa pun, bisa meraih apa saja ditawarkan oleh kemilau modernitas. “Asalkan dilakukan dengan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, semuanya mungkin terjadi” ujarnya suatu waktu. Toh, Roni kemudian membuktikan bahwa sukses di bidang wirausaha bukanlah tujuan akhirnya. Ia seakan menunjukkan kalau predikat, image, dan citra yang melekat pada seseorang adalah suatu hal yang dinamis. Roni sebenarnya masih seorang anak Priok yang dulu. Berganti-ganti lakon kehidupan, mencecap berbagai pengalaman pekerjaan. Dan ke semuanya itu dilakukannya dengan tekun tanpa mengabaikan betapa pentingnya sebuah proses. “Tak semata soal hasil,” ungkapnya. Kali ini ia menjajal dunia sosial dan politik. Roni lantas bergabung dengan partai politik, dan Nasional Demokrat yang notabene partai baru jadi pilihannya. Pada pemilihan legislatif tahun 2014, Roni satu-satunya kader Partai Nasdem dari daerah pemilihan (dapil) III DKI Jakarta yang sanggup melenggang ke Senayan. Ia meraup sekitar 119.000 suara dari dapil neraka itu. Tercatat di dapil itu, nama-nama mentereng di kancah politk nasional menjadi pesaingnya. Sebut saja Tantowi Yahya (Golkar), Effendi Simbolan (PDI-P), Didi Supriyanto (PAN) dan banyak lagi. Bahkan Roni sama sekali tak diunggulkan. Tapi bermodal keyakinan sebagai anak Tanjung Priok yang paham betul situasi masyarakat yang membesarkannya, Roni lolos merebut satu kursi di gedung parlemen. Roni percaya masyarakat Priok menginginkan wakil rakyat yang tumbuh dan besar dari lingkungannya sendiri. Malahan saking akrabnya dengan dunia pelabuhan yang keras itu, ia pun dijuluki Roni Priok. Alhasil, semua itu digenggamnya dalam umur yang terbilang muda. Roni terlahir ke dunia dari rahim seorang ibu berdarah Minang 37 tahun silam. Bagi Roni, sukses dalam banyak hal di usia yang masih relatif muda, kuncinya terletak pada sikap menghadapi tantangan dan menjalaninya dengan hidup sehat. “Apa saja yang disuruh orang, saya kerjakan. Saya nggak pernah nolak dan enggak pernah pula bilang ‘nggak bisa’. Semuanya kelar,” tandasnya. Tapi satu pesan Roni, “jauhi narkoba. Saya dulu merokok aja enggak berani, apalagi minum minuman keras, dan sampai sekarang tetap begitu.” Lantas, dengan sederet prestasi yang telah dikantonginya itu, kenapa Roni terkesan mengiyakan anggapan orang terhadap dirinya, masih minim pengalaman di organisasi? Bukankah berhasil jadi anggota DPR RI, mencerminkan kemampuan mengorganisasikan diri bersama masyarakat? Namun begitulah Ahmad Sahroni. Roni bukanlah pribadi yang frontal dan mudah tersinggung. Ia berdamai dengan tekanan. Apa yang dikatakan orang kepadanya, cendrung dialirkannya seperti air. Tapi pada suatu titik ia belokkan sesuai dengan pemahamannya: “...ya, tapi dalam hidup saya sudah mengecap banyak pengalaman...” Dalam acara Talk Show bergengsi, Mata Najwa, pada Jumat (13/03/2015), di gedung Sasana Budaya Ganesha ITB, Bandung, Roni menegaskan: “Pengabdian kepada masyarakat melalui posisi sebagai anggota DPR RI, lebih leluasa dilakukan dengan sungguh-sungguh, tanpa beban, sabar melayani rakyat, ketika permasalahan ekonomi individu legislator itu benar-benar sudah selesai.” Selain itu, Roni yang saat ini tergabung dalam komisi III DPR RI juga mengungkapkan bahwa semua pendapatan yang ia peroleh sebagai anggota dewan, siap ia kembalikan sepenuhnya kepada rakyat.