Berita

Skema Restrukturisasi Jiwasraya Perlu Dibahas Ulang

JAKARTA (8 April) : Sengkarut PT Jiwasraya tak juga reda, meski skandal korupsi yang merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun telah menyeret tiga direksi dengan pidana penjara seumur hidup dan 20 tahun penjara.

Kini persoalan lain menimpa nasabah Jiwasraya dari pensiunan perusahaan BUMN. Mereka membentuk kelompok Forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya (FBNJS) untuk menolak opsi restrukturisasi dana pensiun yang ditawarkan pemerintah. Menurut mereka, opsi itu akan memotong hak pensiun hingga 74%.

“Kami para pensiunan BUMN jika dijumlahkan bersama keluarga kami mencapai 3,4 juta jiwa. Bayangkan, ada 3,4 juta jiwa yang terancam tak dapat menikmati hak pensiun karena akan disunat untuk menutupi kerugian Jiwasraya akibat korupsi,” kata Ketua FBNJS adalah Syahrul Tahrir saat audiensi dengan sejumlah anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi NasDem di ruang rapat Gedung Nusantara II Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (8/4).

Dalam audiensi itu, mereka diterima Nyat Kadir, Subardi, dan Zuristio Firmadata. Menurut Subardi, ia prihatin dengan apa yang menimpa para abdi negara di perusahaan plat merah itu.

“Seharusnya kerugian Jiwasraya akibat korupsi tidak dibebankan kepada nasabah (para pensiunan),” kata Legislator NasDem dari dapil DIY itu.

Soal skema restukturisasi, Subardi tetap memandang perlu program yang diinisiasi Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan selaku pemegang saham Jiwasraya. Langkah ini sebagai solusi terbaik untuk menyelamatkan kerugian Jiwasraya. Bahkan Komisi VI DPR telah menyetujui agar negara menyiapkan dana sebesar Rp22 triliun dari Penyertaan Modal Negara (PMN).

“Restrukturisasi itu perlu sebagai bentuk tanggung jawab negara. Namun skemanya perlu dibahas lagi kalau dianggap merugikan para pensiunan. Kita di Fraksi NasDem ingin tidak ada yang dirugikan, apalagi merasa diberdaya,” jelasnya.

Selain solusi pembahasan ulang restrukturisasi, Subardi juga mengeritik perusahaan BUMN tempat para pensiunan itu bekerja.

“Yang seharusnya bertanggung jawab adalah direksi BUMN tempat mereka bekerja dulu. Setidaknya, meskipun skema pensiunnya dialihkan ke Jiwasraya, para direksi itu janganlah lepas tanggung jawab,” tuturnya.

Terpisah, Juru Bicara Restrukturisasi Jiwasraya, R Mahelan menyampaikan permohonan maaf jika program restrukturisasi itu belum bisa memuaskan semua pihak. Namun, langkah tersebut diambil sebagai solusi terbaik demi menghindari kerugian yang lebih besar. Pasalnya, hingga November 2020, utang klaim Jiwasraya mencapai Rp19,38 trilun. Sementara asetnya sebesar Rp16,0 triliun. (NK/*)

Share: